Makin Panas – Donald Trump kembali mengguncang dunia pendidikan tinggi Amerika Serikat. Dalam pernyataan publik terbarunya, mantan Presiden AS itu mengancam akan memangkas pendanaan federal untuk Universitas Harvard sebesar USD 1 miliar—atau setara Rp 16,8 triliun. Pernyataan kontroversial ini memicu gelombang kritik dan kegaduhan, terutama karena menyasar salah satu institusi pendidikan paling bergengsi di dunia.
Trump, yang selama ini dikenal punya hubungan panas-dingin dengan kalangan akademisi elite, menuding Harvard telah menjadi “sarang ideologi radikal” dan “pusat penyebaran kebencian terhadap Amerika.” Dalam pidatonya di hadapan pendukungnya, ia menyebut Harvard sebagai institusi yang “mengkhianati negara dengan menyebarkan kebencian terhadap nilai-nilai kebebasan.”
Kemarahan Trump Memuncak, Ini Pemicunya
Pernyataan keras Trump bukan tanpa konteks. Ketegangan ini dipicu oleh sikap Harvard yang dinilai terlalu vokal mengkritisi kebijakan imigrasi, isu Palestina-Israel, serta ketimpangan sosial di bawah pemerintahan sebelumnya. Bahkan, baru-baru ini, beberapa dosen dan mahasiswa Harvard menyuarakan protes terbuka terhadap pencalonan ulang Trump dalam Pemilu AS 2024. Aksi tersebut rupanya menyulut amarah sang mantan presiden.
Trump merasa universitas seperti Harvard telah keluar dari peran akademisnya dan malah terjun terlalu dalam ke ranah politik. Baginya, dana publik seharusnya tidak digunakan untuk mendanai institusi yang “menyebarkan propaganda anti-Amerika.”
Dengan gaya khasnya yang blak-blakan, Trump menegaskan bahwa jika ia kembali berkuasa, potong anggaran akan jadi kenyataan. “Kenapa rakyat harus membayar triliunan rupiah untuk kampus yang tidak mencintai negaranya?” katanya lantang.
Respon Harvard dan Dunia Akademik
Pihak Harvard tentu tidak tinggal diam. Dalam pernyataan resminya, Harvard menyebut ancaman tersebut sebagai “serangan terhadap kebebasan akademik.” Mereka menegaskan bahwa institusi pendidikan tinggi punya tanggung jawab moral untuk menjadi ruang terbuka bagi kritik, diskusi, dan perbedaan pandangan—termasuk terhadap pemerintah.
Para akademisi, dosen, dan mahasiswa langsung bereaksi. Beberapa menyebut ancaman Trump sebagai upaya membungkam suara intelektual dan mengembalikan era otoritarianisme. Bahkan sejumlah universitas Ivy League lainnya turut menyatakan solidaritas mereka untuk Harvard dan menolak campur tangan politik dalam dunia pendidikan.
Politik Vs Akademik: Perang yang Belum Usai
Perseteruan antara Trump dan dunia akademik bukan hal baru. Sejak masa jabatannya, Trump sudah beberapa kali bentrok dengan kampus-kampus besar AS. Ia mengkritik kurikulum yang dianggap “liberal,” mendesak agar profesor berpandangan konservatif lebih diberi tempat, hingga mengancam memotong dana untuk kampus yang tidak “patuh pada nilai Amerika.”
Namun kali ini, skalanya berbeda. Angka Rp 16,8 triliun bukan jumlah kecil. Dana sebesar itu mencakup pembiayaan riset, beasiswa, program kemanusiaan, hingga kolaborasi internasional. Jika benar-benar terjadi, ini akan menjadi preseden mengerikan bagi dunia pendidikan global. Banyak kerja sama riset dengan negara lain bisa terancam, termasuk dengan Indonesia yang punya sejumlah kolaborasi akademik dengan Harvard.
Dampak Global: Dunia Mulai Menyorot
Ancaman ini tidak hanya jadi perhatian warga Amerika. Di luar negeri, berbagai media pendidikan dan politik mulai menyoroti kemungkinan dampaknya. Harvard sebagai institusi global, memiliki ribuan mahasiswa internasional. Jika pendanaan dicabut, bukan tidak mungkin program-program beasiswa athena168 ikut terdampak.
Negara-negara mitra yang selama ini menjalin kerjasama dengan Harvard pun mulai waspada. Bagaimana nasib pertukaran pelajar? Apakah penelitian bersama akan terhenti? Semua jadi tanda tanya besar.
Perang antara Trump dan Harvard menjadi cermin bagaimana politik dan pendidikan bisa saling berbenturan secara brutal. Satu sisi ingin mempertahankan kekuasaan dan ideologi, sisi lain memperjuangkan ruang intelektual yang bebas dari intervensi kekuasaan. Dan ketika Rp 16,8 triliun dipertaruhkan, yang tersisa adalah bara konflik yang makin menyala.